Ltulahsebabnya cyanobacteria dikatakan sebagai. Manfaat gloeotrichia selain sebagai organisme yang memfiksasi nitrogen, juga dapat menyebabkan blooming pada perairan air tawar. Cyanobacteria biasanya hidup di lingkungan yang sedikit asam hingga basa. Oscillatoria princeps merupakan cyanobacteria berbentuk benang dengan ukuran tubuh terbesar.
Padaumumnya, bakteri kelompok metanogen memperoleh makanannya dengan membusukkan bahan organik yang ada di lingkungannya. Bakteri jenis ini memiliki proses metabolisme yang khas dengan cara mereduksi gas karbon dioksida (CO 2) untuk membentuk gas metana (CH 4). Contohnya Methanobacterium dan Methanococcus janascii. Halofilik (Halofil Ekstrem)
Kirimkanpertanyaan ke: masukan@ WA/SMS ke 0812-8100-0718. Bagaimana caranya saya memperoleh hidup kekal? Setiap umat beragama menginginka
Bakteriadalah mikroorganisme unicelluler prokaryotik tergolong dalam kingdom monera yang umumnya tidak berklorofil , Bakteri seperti sel tumbuhan mempunyai dinding sel namun komposisi dinding selnya dari bahan Peptidoglikan.. Bakteri bersifat kosmopolitan artinya mudah dijumpai dimana mana dan kwantitasnya juga paling banyak dan tersebar luas hampir di semua tempat . di makanan , di udara
FilotaksisDaunumumnya. Duduknya daun pada batang memiliki aturan yang disebut tata letak daun.Untuk mengetahui bagaimana tata letak daun pada batang, harus ditentukan terlebih dahulu berapa jumlah daun yang terdapat pada suatu buku-buku batang, yang kemungkinannya adalah : A. Pada setiap buku-buku batang hanya terdapat satu daun Dinamakan dengan folia sparsa (tersebar).
Cyanobacteriaatau sering dikenal dengan (ganggang hijau-biru) fungsinya sebagai vegetasi perintis (pionir) yang memberikan kehidupan bagi organisme lain yang mengalami kesulitan.Cyanobacteria ini paling bermanfaat bagi manusia. Baca Juga : Cara Hidup Bakteri Berdasarkan Cara Memperoleh Makanannya.
y5zNx. Selamat datang Kawan Mastah! Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bakteri autotrof dan bagaimana cara mereka memperoleh makanan. Bakteri autotrof merupakan jenis bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri dengan cara yang cukup unik dan menarik untuk dipelajari. Mari kita simak penjelasannya secara lebih detail di bawah ini. Pengertian Bakteri Autotrof Bakteri autotrof adalah jenis bakteri yang mampu membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Bakteri autotrof adalah organisme yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan makannya karena mampu mengambil energi dari lingkungan sekitarnya untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan makanannya. Cara kerja bakteri autotrof dalam memperoleh makanan ini berbeda dari bakteri heterotrof yang memerlukan makanan dari organisme lain untuk hidup. Bakteri autotrof umumnya terdapat pada lingkungan yang memiliki kadar oksigen yang rendah, seperti dalam air atau tanah. Mereka menggunakan berbagai jenis ion atau senyawa kimia dalam air atau tanah sebagai sumber energi untuk membuat makanannya. Beberapa contoh bakteri autotrof yang terkenal antara lain bakteri Nitrosomonas, Rhizobium, dan Chlorobium. Setiap jenis bakteri autotrof memiliki cara kerja dan sumber energi yang berbeda untuk memperoleh makanannya. 1. Fotosintesis Salah satu cara bakteri autotrof memperoleh makanannya adalah melalui proses fotosintesis. Bakteri autotrof yang melakukan fotosintesis menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk membuat makanannya. Selain itu, bakteri autotrof juga memanfaatkan zat-zat kimia yang berada di sekitarnya untuk membantu proses pembuatan makanannya, seperti CO2, air, dan mineral. Proses ini dilakukan melalui organel yang disebut dengan kloroplas atau pigmen yang bernama klorofil. Bakteri autotrof yang melakukan fotosintesis antara lain Cyanobacteria dan Rhodospirillum. 2. Kemosintesis Metabolisme kemosintetik selain menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi, juga dapat menggunakan sumber energi dari senyawa kimia yang bersifat oksidan atau reduktan. Contoh senyawa kimia yang dapat digunakan oleh bakteri autotrof dalam proses kemosintesis adalah belerang dan besi. Bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis adalah bakteri yang hidup di lingkungan yang kaya akan zat-zat kimia yang dapat diubah menjadi sumber energi. Beberapa contoh bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis adalah Nitrosomonas, Nitrobacter, Sulfurimonas, dan Methylocystis. Peran Bakteri Autotrof Bakteri autotrof memiliki peran penting dalam siklus biogeokimia. Bakteri autotrof yang melakukan fotosintesis menjadi produsen utama di dalam lingkungan. Tanpa bakteri autotrof, tidak akan ada produsen yang dapat memenuhi kebutuhan energi organisme lain dalam rantai makanan. Bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis juga memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan nutrisi dan iklim di lingkungan. Bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis dapat mereduksi belerang dan nitrogen menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga organisme lain dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. FAQ Pertanyaan Jawaban Apa itu bakteri autotrof? Bakteri autotrof adalah jenis bakteri yang mampu membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Apa perbedaan antara bakteri autotrof dengan bakteri heterotrof? Bakteri autotrof dapat membuat makanannya sendiri menggunakan sumber energi dari lingkungan sekitarnya, sedangkan bakteri heterotrof memerlukan makanan dari organisme lain untuk hidup. Apa saja contoh bakteri autotrof? Beberapa contoh bakteri autotrof adalah Nitrosomonas, Rhizobium, Chlorobium, Cyanobacteria, dan Rhodospirillum. Bagaimana cara kerja bakteri autotrof dalam memperoleh makanan? Bakteri autotrof menggunakan sumber energi dari lingkungan sekitarnya untuk membuat makanannya, melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Apa peran bakteri autotrof dalam siklus biogeokimia? Bakteri autotrof memiliki peran penting sebagai produsen dan menjaga ketersediaan nutrisi dan iklim di lingkungan. Demikianlah pembahasan mengenai bakteri autotrof dan cara mereka memperoleh makanan. Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan kita semua. Terima kasih telah membaca, Kawan Mastah! Bakteri Autotrof Memperoleh Makanan Dengan Cara
A. BAKTERI AUTOTROF DAN BAKTERI HETEROTROF Berdasarkan cara memperoleh makanan, bakteri dibedakan menjadi dua yaitu, bakteri autotrof dan bakteri heterotrof. Bakteri Autotrof Bakteri autotrof auto=sendiri, trophein = makanan adalah bakteri yang dapat membuat makanan sendiri dari senyawa anorganik. Untuk membuat makanannya, bakteri memerlukan energi. Berdasarkan asal sumber energi yang digunakan untuk menyusun makanan, bakteri dibedakan menjadi dua, yaitu bakteri fotoautotrof dan bakteri kemoautotrof. I. Bakteri fotoautotrof Bakteri fotoautotrof foton = cahaya, auto = sendiri, trophein = makanan, adalah bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri menggunakan energi yang berasal dari cahaya matahari atau melalui proses fotosintesis. Bakteri fotoautotrof memiliki pigmen-pigmen fotosintetik, antara lain pigmen hijau yang disebut bakterioklorofil bakterioviridin, pigmen ungu bakteriorpurpurin, pigmen kuning karoten, dan pigmen merah yang disebut bakteriorhodopsin. Contoh bakteri fotoautotrof antara lain Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum berwarna kemerahan dan tidak menghasilkan belerang, Thiocystis dan Thiospirillum berwarna ungu kemerahan dan menghasilkan belerang, serta Chlorobium berwarna hijau, berfotosintesis jika ada hidrogen sulfida, dan menghasilkan belerang. II. Bakteri kemoautotrof Bakteri kemoautotrof chemo = kimia, auto = sendiri, trophein = makanan adalah bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri menggunakan energi kimia. Energi kimia berasal dari reaksi oksidasi senyawa anorganik, misalnya amonia NH3, nitrit HNO2, belerang S, dan FeCO3. Contoh bakteri kemoautotrof, antara lain Thiobacillus ferrooxidans, Cladothrix dan Leptothrix ochracea mengoksidasi ion besi, Nitrosomonas dan Nitrosococcus mengoksidasi amonia, Nitrobacter mengoksidasi nitrit, Methanomonas mengoksidasi metana, Hydrogenomonas mengoksidasi gas hidrogen, serta Thiobacillus thiooxidans mengoksidasi belerang. Beberapa reaksi kimia yang dilakukan bakteri kemoaotutrof adalah sebagai berikut. Bakteri yang mengoksidasi amonia Nitrosomonas dan Nitrosococcus dan nitrit Nitrobacter disebut bakteri nitrifikasi. Selain bakteri yang telah disebutkan diatas, ada lagi satu golongan bakteri yang termasuk bakteri kemoautotrof, yaitu golongan bakteri denitrifikasi. Bakteri denitrifikasi adalah bakteri yang mereduksi senyawa nitrat menjadi nitrit dan nitrit menjadi amonia. Senyawa nitrit dan amonia merupakan racun bagi tanaman. Proses denitrifikasi dapat terjadi jika sirkulasi udara di dalam tanah kurang lancar. Golongan bakteri denitrifikasi, antara lain dari genus Pseudomonas, Micrococcus, Beggiatoa, dan Bacillus. Bakteri heterotrof Bakteri heterotrof hetero = yang lain, trophein = makanan adalah bakteri yang mendapatkan makanan berupa senyawa organik dari senyawa lainnya. Bakteri heterotrop dapat hidup secara saproba pengurai, parasit, dan simbiosis mutualisme. a. Bakteri saproba pengurai. Bakteri saproba adalah bakteri yang memperoleh makanan dengan cara menguraikan organisme yang sudah mati atau bahan organik lainnya. Bakteri saproba merupakan organisme pengurai dekomposer bangkai, tumbuhan yang sudah mati, dan sampah. Bakteri saproba ada yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan bagi manusia. Contoh bakteri saproba antara lain Escherichia coli pengurai sisa-sisa makanan di usus besar, Cellvibrio dan Cellfacicula pengurai selulosa di dalam tanah, Alcaligenes saproba di dalam usus besar vertebrata dan dapat menyebabkan kekentalan serta dapat menimbulkan benang-benang pada susu, Beggiatoa alba banyak terdapat pada tanah yang tergenang air, Clostridium botulimun saproba pada makanan yang basi atau makanan kaleng dan menhasilkan racun, Loucothrix saproba di air laut yang mengandung sisa-sisa zat organik dari ganggang, Aerobacter aerogenes saproba pada usus besar vertebrata, dan Lactobacillus casei digunakan pada pembuatan keju. b. Bakteri parasit. Bakteri parasit adalah bakteri yang mendapatkan makanan dari tubuh organisme lain yang ditumpanginya. bakteri parsit pada umumnya bersifat patogen menimbulkan penyakit bagi tubuh inang. beberapa bakteri parasit bersifat oportunis, artinya bakteri tersebut hidup di dalam tubuh inang dan dapat menyebabkan penyakit ketika sistem pertahan tubuh inang melemah akibat berbagai faktor. Contoh bakteri parasit, antara lain Corynebacteriium diphtheriae menyebabkan penyakit difteri, Bordetella pertussis penyebab batuk rejan, Francisella tularensis menyebabkan penyakit tularemia pada hewan dan dapat menular pada manusia, Mycobacterium leprae penyebab penyakit lepra, Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC, Mycobacterium bovis parasit pada lembu, Chlamydia trachomatis penyebab kebutaan, dan Mycobacterium avium parasit pada unggas. c. Bakteri yang bersimbiosis mutualisme. Bakteri yang bersimbiosis mutualisme adalah bakteri yang mendapatkan makanan dari organisme lain, tetapi mampu memberikan keuntungan bagi organisme pasanagan simbiosisnya. Contoh bakteri yang bersimbiosis mutualisme adalah Rhizobium leguminosarum yang hidup pada akar tanaman kacang-kacangan Leguminosae. Bakteri Rhizobium berada di dalam tanah, kemudian masuk ke dalam rambut akar tanaman polong-polongan, dan menyebabkan jaringan akar tanaman tumbuh membentuk nodul bintil-bintil seperti kutil. Bakteri ini memperoleh makanan dari sel-sel akar dan mampu mengikat nitrogen bebas di udara untuk memenuhi kebutuhan hidup tumbuhan inang. Bakteri Escherichia coli yang hidup di usu besar manusia bisa dikatakan sebagai simbiosis mutualisme karena bakteri tersebut memperoleh makanan dari sisa-sisa pencernaan, sedangkan manusia memperoleh keuntungan karena bakteri membantu penguraian sisa-sisa makanan dan menghasilkan vitamin K. B. Bakteri Aerob dan Anaerob. Agar dapat menghasilkan energi, bakteri perlu merombak makanannya melalui proses respirasi secara aerobik atau secara anaerobik. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bakteri aerob, bakteri anaerob fakultatif, dan bakteri anaerob obligat. Bakteri Aerob Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Jika tidak ada oksigen, bakteri aerob akan mati. Bakteri aerob menggunakan glukosa atau zat organik lainnya misalnya etanol untuk dioksidasi menjadi CO2 karbon dioksida, H2O air, dan sejumlah energi. Bakteri aerob antara lain Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrobacter, Methanomonas pengoksidasi metan, Hydrogenomonas, Thiobacillus thiooxidans, dan Nocardia asteroides penyebab penyakit paru-paru. Reaksi yang terjadi 2. Bakteri Anaerob Fakultatif. Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan baik jika ada oksigen maupun tidak ada oksigen. Contoh bakteri anerob fakultatif, antara lain Escherichia coli, Streptococcus, Alcaligenes, Lactobacillus, dan Aerobacter aerogenes. 3. Bakteri Anaerob Obligat. Bakteri anaerob obligat adalah yang tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya. Jika ada oksigen bakteri anaerob obligat akan mati. Contoh bakteri anaerob obligat, antara lain Clostridium tetani menyebabkan kejang otot, Bacteroides fragilis menyebabkan abses atau tumpukan nanah di usus, Peptostreptococcus menyebabkab abses otak dan abses saluran kelamin wanita, Prevotella melaninogenica menyebabkan abses padar rongga mulut dan faring, dan Methanobacterium menghasilkan gas metana. V. Pertahanan Bakteri pada Lingkungan yang Buruk. Beberapa bakteri dapat bertahan hidup meskipun kondisi lingkungan kurang menguntungkan, yaitu dengan membentuk endospora di dalam sel. Endospora merupakan bentuk bakteri yang tidak aktif istirahat. Bentuk endospora ada yang bulat dan ada yang bulat-panjang. Ukuran endospora ada yang lebih kecil atau lebih besar dari diameter sel nya. Endospora bersifat sedikit impermeabel, sehingga lebih tahan terhadap disinfektan, kekringan, sinar, suhu panas, dan suhu dingin. Jika kondisi lingkungan membaik, endospora akan berkecambah menjadi sel vegetatif baru. Endospora juga dapat terbentuk jika terjadi penumpukan sisa-sisa proses metabolisme hasil ekskresi bakteri yang mengganggu di sekitar sel. Bakteri yang dapat membentuk endospora sebagian besar adalah golongan bakteri Gram positif. Contoh bakteri yang dapat membentuk endospora, antara lain Bacillus thuringiensis patogen pada serangga, Clostridium perfringens menyebabkan keracunan makanan, Clostridium botulinum, dan Clostridium tetani. VI. Reproduksi Bakteri. Bakteri dapat berproduksi secara vegetatif aseksual maupun generatif seksual. Reproduksi secara aseksual melalui pembelahan biner amitosis, sedangkan secara seksual dengan cara rekombinasi gen antarsel yang berbeda. A. Reproduksi Bakteri secara Aseksual Bakteri melakukan reproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner, yaitu dari satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel, dari empat sel menjadi delapan sel, dan seterusnya. Pembelahan ini terjadi secara amitosis secara langsung, yaitu tidak melalui tahpa-tahap tertentu seperti pada pembelahan mitosis. Umumnya, bakteri mampu membelah sekitar 1-3 jam sekali. Sebagai contoh, Escherichia coli membelah setiap 20 menit sekali. Dalam waktu singkat, jumlah sel dalam koloni akan terus berlipat ganda dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Namun, pertumbuhan koloni bakteri akan melambat pada titik tertentu, yaitu ketika kehabisan nutrisi atau terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme yang meracuni bakteri itu sendiri. B. reproduksi Bakteri secara Seksual Bakteri melakukan reproduksi secara seksual dengan cara rekombinasi gen. Rekombinasi gen adalah peristiwa bercampurnya sebagian materi gen DNA dari dua sel bakteri yang berbeda, sehingga terbentuk DNA rekombinan. Dalam rekombinasi gen, akan dihasilkan dua sel bakteri dengan materi genetik campuran dari kedua induknya. Rekombinasi gen dapat terjadi melalui konjugasi, transduksi dan transformasi. 1. Konjugasi Konjugasi adalah pemindahan materi gen dari suatu sel bakteri ke sel bakteri lain secara langsung melalui jembatan konjugasi. Mula-mula, kedua sel bakteri berdekatan, kemudian membentuk struktur seperti jembatan yang menghubungkan kedua sel tersebut. Transfer kromosom maupun transfer plasmid akan terjadi melalui jembatan konjugasi. Sel yang mengandung materi gen rekombinan kemudian memisah dan terbentuklah dua sel bakteri dengan sifat baru sifat rekombinan. Contoh bakteri yang mampu berkonjugasi, antara lain Salmonella typhi dan Pseudomonas sp. Transfer kromosom dapat pula terjadi melalui pilus seks, seperti yang terjadi pada Escherichia coli 2. Transduksi Transduksi adalah rekombinasi gen antara dua sel bakteri dengan diperantarai virus fag. Virus fag yang telah menginfeksi suatu bakteri pada daur litik maupun lisogenik akan mengandung partikel DNA bakteri. Jika virus fag tersebut menginfeksi bakteri lainnya, akan terjadi rekombinan gen pada bakteri-bakteri yang terinfeksi fag. Virus fag temperat virus yang dapat bereproduksi secar litik maupun lisogenik merupakan virus yang paling cocok untuk proses transduksi. 3. Transformasi Transformasi adalah rekombinasi gen yang terjadi melalui pengambilan langsung sebagian materi gen dari bakteri lain, yang dilakukan oleh suatu sel bakteri. Bakteri yang mampu melakukan transformasi secara alamiah, yaitu bakteri-bakteri yang dapat memproduksi enzim khusus, antara lain Rhizobium, Streptococcus, Neisseria, Pneumococcus, dan Bacillus. Dalam teknologi rekayasa gen, bakteri yang tidak dapat melakukan transformasi secara alamiah dapat dipaksa untuk menangkap dan memasukkan suatu plasmid rekombinan ke dalam selnya dengan cara memberikan kalsium klorida atau melalui sutu proses yang disebut kejut-panas. Klasifikasi Bakteri Klasifikasi bakteri dilakukan berdasarkan identifikasi terhadap persamaan dan perbedaan ciri sel tubuh, yang menunjukkan adanya hubungan filogenetik atau evolusioner. Bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar kingdom, yaitu Arcahebacteria dan Eubacteria. A. Archaebacteria Archaebacteria adalah bakteri yang dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan. Archaebacteria memiliki RNA dan protein penyusun ribosom yang sangat berbeda dengan bakteri pada umumnya, dan lebih mirip dengan RNA dan protein yang terdapat pada sel eukariot. Sebagian besar Archaebacteria hidup pada habitat yang ekstrem, misalnya di mata air panas, air laut yang terlalu asin, kawah, lumpur, dan gambut. Berdasarkan habitatnya yang ekstrem, Archaebacteria dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bakteri metanogen, bakteri halofil, dan bakteri termofil. Bakteri Metanogen Bakteri metanogen adalah bakteri yang menghasilkan metana CH4 dengan cara mereduksi CO2 dengan H2. Bakteri metanogen termasuk bakteri anaerob yang paling tidak toleran terhadap oksigen, atau akan teracuni jika ada oksigen. Sebagian besar bakteri ini hidup di lumpur atau di rawa-rawa yang miskin oksigen. Gas metana yang dihasilkan keluar sebagai gelembung-gelembung yang disebut gas rawa. Selain itu, ada pula yang hidup di dalam saluran pencernaan hewan pencerna selulosa, misalnya pada sapi, kambing, dan rayap. Spesies bakteri metanogen saat ini dikomersialkan sebagai strain bakteri dalam pembuatan biogas dari bahan sampah dan kotoran hewan. Contoh bakteri metanogen, antara lain Methanomonas dan Methanobacterium. 2. Bakteri Halofil Bakteri halofil Yunani, halo =garam, philos = pencinta adalah bakteri yang hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri ini berkadar garam sekitar 20%, tetapi ada pula yang hidup pada lingkungan dengan kadar sepuluh kali keasinan air laut. Contoh bakteri halofil, antara lain Halobacterium. 3. Bakteri Termofil atau Termoasidofil Bakteri termofil adalah bakteri yang hidup pada lingkungan bersuhu panas. lingkungan yang bersuhu panas cenderung bersifat asam karena mengandung sulfur. Bakteri yang hidup dilingkungan bersuhu panas dan asam disebut bakteri termoasidofil. Kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri ini sekitar 60-800C dengan pH sekitar 2 – 4. Contoh bakteri termofil atau termoasidofil, antara lain Sulfolobus, Thermus aquaticus, Bacillus caldolytus, dan Bacillus caldotenax. Sulfolobus hidup di mata air panas sulfur di Yellowstone National Park. Bakteri Sulfolobus memperoleh energi dengan cara mengoksidasi sulfur. James Lake dari University of California, Los Angeles, mengajukan hipotesis bahwa organisme eukariot organisme bermembran inti berasal dari prokariot termofil yang disebut eosit eocyte, yang berarti ” sel-sel permulaan”. B. Eubacteria Eubacteria adalah bakteri yang memiliki dinding sel yang mengandung peptidoglikan. Eubacteria meliputi sebagian besar jenis bakteri yang dapat hidup di manapun kosmopolit , baik saproba, parasit, maupun bakteri yang melakukan simbiosis mutualisme. Terdapat ribuan spesies Eubacteria yang sudah diketahui. Eubacteria dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan signature sequence urutan basa khas pada RNA ribosom. Berdasarkan perbedaan urutan basa khas pada RNA ribosom tersebut, eubacteria dibagi menjadi lima kelompok utama yaitu Proteobacteria, bakteri Gram positif, Cyanobacteria, Spirochaeta, dan Chlamydia. Proteobacteria Protobacteria merupakan kelompok Eubacteria yang beragam, dan dapat dibedakan lagi menjadi tiga subkelompok , yaitu sebagai berikut. a. Bakteri ungu Bakteri ungu memiliki bakterioklorofil yang tersimpan dalam membran plasma sel, sehingga dapat melakukan fotosintesis. Bakteri ini tidak menghasilkan oksigen karena tidak menggunakan air H2O sebagai agen pereduksi donor elektron dalam proses fotosintesis tetapi menggunakan zat selain air, misalnya H2S. Bakteri ungu ada yang hidup secara fotoautotrof, yaitu berfotosintesis menggunakan cahaya untuk menyintesis senyawa organik, dengan sumber karbon dalam bentuk senyawa anorganik CO2. Namun, ada pula yang hidup dengan cara fotoheterotrof, yaitu menggunakan cahaya untuk berfotosintesis, dengan sumber karbon dalam bentuk senyawa organik. Bakteri ungu sebagian besar bersifat anaerob obligat tidak membutuhkan oksigen dan hidup di lumpur, kolam, atau danau. Bakteri ini ada juga yang memiliki flagel, seperti Chromatium. b. Proteobacteria kemoautotrof Protobacteria kemoautotrof dapat menyintesis makanannya sendiri menggunakan energi kimia. Ada yang hidup bebas, dan ada pula yang hidup bersimbiosis dengan organisme lain misalnya, dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan. Contohnya, Rhizobium leguminosarum yang dapat mengikat N2 bebas. c. Proteobacteria kemoheterotrof Protobacteria kemoheterotrof membutuhkan zat organik sebagai sumber karbon dan energi. Sebagian besar proteobacteria kemoheterotrof hidup di saluran usus hewan, bersifat anaerob fakultatif dapat hidup dengan oksigen maupun tidak, berbentuk batang, dan tidak berbahaya. Namun, ada pula yang bersifat patogen menyebabkan penyakit, seperti Salmonella sp. dan Escherichia coli. 2. Bakteri Gram positif Bkateri Gram positif umumnya bersifat kemohetertrof, tetapi beberapa hidup secara fotoautotrof. Bakteri Gram positif dapat membentuk endospora yang resisten, contohnya Bacillus sp. dan Clostridium sp. Namun, ada pula yang tidak membentuk endospora, misalnya Mycoplasma sp. yang hidup di anah dan menyebabkan penyakit paru-paru ” walking pneumonia” pada manusia. Mycoplasma sp. merupakan bakteri Gram positif yang memiliki keanehan karena telah berevolusi menjadi Bakteri Gram negatif. Bkateri Gram positif lainnya adalah kelompok Actinomycetes yang memiliki koloni bercabang menyerupai jamur dan hidup di tanah, contohnya Streptomyces sp. penghasil antibiotik. 3. Cyanobacteria Cyanobacteria memiliki klorofil a seperti pada tumbuhan . Cyanobacteria dapat berupa uniseluler atau multiseluler berdinding sel tebal dan mengandung gelatin, serta memiliki sel -sel khusus misalnya, heterokista, akinet, dan baeosit. Sebagian besar Cyanobacteria tidak berflagela, tetapi bersifat moril dengan pergerakan yang dilakukan dengan cara meluncur. Sebagian besar Cyanobacteria hidup bebas di air tawar, dan beberapa jenis hidup di air laut. selain itu, ada yang bersimbiosis dengan jamur membentuk liken disebut cyanolichen. Contoh Cyanobateria adalah Anabaena sp. yang dapat mengikat nitrogen bebas di udara. 4. Spirochaeta Spirochaeta berbentuk heliks panjang hingga 0,25 mm dan dapat bergerak. Spirochaeta ada yang hidup bebas dan ada pula yang parasit. Contohnya, Treponema pallidum, Leptospira interrogans penyebab penyakit leptospirosis, dan Borrelia burgdorferi penyebab penyakit lyme atau lepuh kulit. 5. Chlamydia Chlamydia ini berbeda dengan Eubacteria lainnya karena tidak memiliki peptidoglikan pada dinding selnya. Chlamydia bersifat Gram negatif dan hidup sebagai parasit obligat parasit penuh di dalam sel hewan atau manusia. Contohnya, Chlamydia trachomatis. PERANAN BAKTERI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA A. Bakteri yang menguntungkan Bakteri yang menguntungkan, antara lain bakteri yang berperan sebagai pengurai bangkai dan sampah, membantu pencernaan makanan, berperan dalam industri makanan, penghasil antibiotik, dan bakteri yang dapat membunuh serangga hama. Bakteri yang menguntungkan ini telah banyak dikembangbiakkan untuk tujuan komersial. Bakteri yang Merugikan Bakteri yang merugikan, antara lain bakteri yang membusukkan bahan-bahan makanan, menghasilkan racun, bersifat parasit dan patogen pada manusia, hewan ternak, maupun tanaman budi daya. USAHA MANUSIA DALAM MENANGGULANGI BAHAYA BAKTERI Bakteri dapat hidup di mana saja dan berkembang biak dengan cepat. Beberapa bakteri tersebut bersifat merugikan bagi manusia. dengan memahami sifat-sifat bakteri, manusia dapat melindungi diri dari bahaya bakteri melalui upaya sebagai berikut. A. Sterilisasi Sterilisasi adalah cara membebaskan suatu medium, alat atau ruangan dari bakteri dan mikroorganisme lainnya. Sterilisasi biasanya dilakukan untuk mensterilkan peralatan, pakaian, dan ruangan operasi agar pasien tidak terkena infeksi. Sterilisasi ruangan dapat dilakukan menggunakan disinfektan, misalnya karbol, sedangkan sterilisasi alat dilakukan melalui pemanasan dengan autoklaf. B. Melindungi Tubuh dari Bahaya Bakteri Disekitar kita, terdapat bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha agar bakteri patogen tersebut tidak masuk ke dalam tubuh. Usaha yang dapat dilakukan manusia agar terhindar dari bahaya serangan bakteri, antara lain sebagai berikut. Menjaga agar tubuh memiliki sistem kekebalan yang kuat, yaitu dengan cara mengkomsumsi makanan yang bergizi dengan jumlah yang sistem kekebalan tubuh dengan imunisasi atau vaksinasi terutama terhadap bakteri penyebab penyakit tertentu, misalnya vaksin DPT diphteria pertusis tetanus untuk penyakit difteri, batuk rejan, dan tetanus; vaksin BCG bacillus calmet guirine untuk penyakit TBC; dan vaksin TCD typhus cholera dysentri untuk penyakit tifus, kolera, dan disentriselalu menjaga kebersihan badan, mencuci tangan menggunakan sabun, menggosok gigi secara teratur, berolahraga, serta beristrahat cukup dan berkualitas. C. Pengolahan dan Teknologi pengawetan Makanan Makanan dapat diawetkan dengan berbagai macam cara, sesuai dengan bentuk, struktur, dan jenis bahan pangan, antara lain dengan pemanasan, pengeringan, pendinginan, penambahan bahan kimia zat pengawet, sistem kemasan, sistem fermentasi, dan radiasi. a. Pemanasan Pemanasan makanan secara sederhana biasa dilakukan dengan tujuan membunuh kuman penyakit, mencegah pembusukan yang disebabkan oleh mikroorganisme, dan menambah selera makan. Sitem pemanasan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu ±700C secara berulang-ulang sehingga tidak merusak bahan makanan tetapi dapat mematikan mikroorganisme patogen, contohnya pasteurisasi susu. Sterilisasi adalah pemanasan sampai mendidih atau hingga suhu mencapai lebih dari 1000C, dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme beserta sporanya. Sterilisasi lebih sering digunakan pada alat-alat laboratorium menggunakan autoklaf. Pemanasan dengan autoklaf dilakukan pada suhu 1210C selama 15-20 menit. Peralatan yang terbuat dari gelas juga dapat disterilisasi menggunakan oven pada suhu 160 – 1700C selama 2-3 jam. b. Pengeringan Prinsip dasar dari pengeringan adalah dehidrasi pengeluaran air dari bahan makanan. pengeringan secara tradisional dilakukan dengan cara menjemur di bawah panas matahari, misalnya dalam pembuatan ikan asin, kerupuk dan garam. Selain itu, pengeringan juga dapat dilakukan dengan bantuan api, misalnya pengasapan, sistem oven, dan pemanggangan. c. Pendinginan pembekuan Pendinginan adalah penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah atau mencapai titik beku menggunakan lemari es atau cold storage. Pendinginan menyebabkan mikroorganisme menjadi tidak aktif, sehingga bahan makanan dapat disimpan lebih lama. d. Penambahan Bahan Kimia Zat pengawet Penambahan bahan kimia zat pengawet bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Zat pengawet terdiri atas senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam maupun garam. Bahan pengawet organik, anatara lain gula, asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, dan asam asetat asam cuka. Bahan pengawet anorganik, anata lain garam dapur NaCl, sulfit, natrium nitrit, dan natrium nitrat. Penggunaan formalin untuk pengawet makanan sangat dilarang. Saat ini, digunkan kitosan sebagai penggantinya. Kitosan dibuat dari limbah pengolahan kulit udang dan rajungan. Beberapa jenis bumbu dapur, misalnya bawang putih, cengkih, kunyit, jahe, dan lada hitam, sealain dapat meningkatkan cita rasa makanan, sebagai obat, dan antioksidan, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu. Fermentasi bahan makanan dilakukan denganmenambahkan bakteri atau jamur fermentasi, misalnya Saccharomyces sp. pada pembuatan tapai dan minuman beralkohol. Makanan atau minuman hasil fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat akan lebih awet selama wadah tertutup. e. Sistem Kemasan Kemasan makanan dapat berupa botol, kaleng, plastik, dan kertas berlapis aluminium. Tujuannya adalah agar makanan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme dan udara luar. Jika membeli makanan dalam kemasan, kita perlu memperhatikan keutuhan wadah dan masa berlaku masa kadaluwarsa dari makanan tersebut. f. Iradiasi Penyinaran dengan foton partikel cahaya yang berasal dari zat radioaktif, misalnya sinar gamma, dapat mematikan mikroorganisme pembusuk dan patogen. Iradiasi dapat dilakukan terhadap bahan makanan mentah maupun makanan/minuman instan dalam kemasan. Akan tetapi, iradiasi juga dapat menimbulkan risiko seperti mutasi pada mikroorganisme, menyebabkan terjadinya ionisasi, dan timbulnya radikal bebas pada bahan makanan.
Cyanobacteria establish symbiosis with plant groups widely spread within the plant kingdom, including fungi lichenized fungi and one non-lichenized fungus, Geosiphon, bryophytes, a water-fern, one gymnosperm group, the cycads, and one flowering plant the angiosperm, Gunnera [2, 35, 36].From Biology of the Nitrogen Cycle, 2007CyanobacteriaSteven L. Percival, David W. Williams, in Microbiology of Waterborne Diseases Second Edition, 2014AbstractCyanobacteria are Gram-negative bacteria. Five types of cyanobacteria have been identified as toxin producers, including two strains of Anabaena flosaquae, Aphanizomenon flosaquae, Microcystis aeruginosa and Nodularia species. Cyanobacterial toxins are of three main types hepatotoxins, neurotoxins and lipopolysaccharide LPS endotoxins. Acute illness following consumption of drinking water contaminated by cyanobacteria is more commonly gastroenteritis. Cyanobacteria are not dependent on a fixed source of carbon and, as such, are widely distributed throughout aquatic environments. These include freshwater and marine environments and in some soils. Direct microscopic examination of bloom material will allow identification of the cyanobacterial species present. Preventing the formation of blooms in the source water is the best way to assure cyanobacteria-free drinking water and membrane filtration technology has the potential to remove virtually any cyanobacteria or their toxins from drinking water. Cyanobacteria have the ability to grow as chapter discusses Cyanobacteria, including aspects of its basic microbiology, natural history, metabolism and physiology, clinical features, pathogenicity and virulence, survival in the environment, survival in water and epidemiology, evidence for growth in a biofilm, methods of detection, and finally, risk full chapterURL Garcia-Pichel, in Encyclopedia of Microbiology Third Edition, 2009IntroductionCyanobacteria constitute a phylogenetically coherent group of evolutionarily ancient, morphologically diverse, and ecologically important phototrophic bacteria. They are defined by their ability to carry out oxygenic photosynthesis water-oxidizing, oxygen-evolving, plant-like photosynthesis. With few exceptions, they synthesize chlorophyll a as major photosynthetic pigment and phycobiliproteins as light-harvesting pigments. All are able to grow using CO2 as the sole source of carbon, which they fix using primarily the reductive pentose phosphate pathway. Their chemoorganotrophic potential is restricted to the mobilization of reserve polymers mainly glycogen during dark periods, although some strains are known to grow chemoorganotrophically in the dark at the expense of external sugars. As a group, they display some of the most sophisticated morphological differentiation among the bacteria, and many species are truly multicellular organisms. Cyanobacteria have left fossil remains as old as 2000–3500 million years, and they are believed to be ultimately responsible for the oxygenation of Earth’s atmosphere. During their evolution, through an early symbiotic partnership, they gave rise to the plastids of algae and higher plants. Today cyanobacteria make a significant contribution to the global primary production of the oceans and become locally dominant primary producers in many extreme environments, such as hot and cold deserts, hot springs, and hypersaline environments. Their global biomass has been estimated to exceed 1015 g of wet biomass, most of which is accounted for by the marine unicellular genera Prochlorococcus and Synechococcus, the filamentous genera Trichodesmium a circumtropical marine form, as well as the terrestrial Microcoleus vaginatus and Chroococcidiopsis sp. of barren lands. Blooms of cyanobacteria are important features for the ecology and management of many eutrophic fresh and brackish water bodies. The aerobic nitrogen-fixing capacity of some cyanobacteria makes them important players in the biogeochemical nitrogen cycle of tropical oceans, terrestrial environments, and in some agricultural lands. Because of their sometimes large size, their metabolism, and their ecological role, the cyanobacteria were long considered algae; even today it is not uncommon to refer to them as blue-green algae, especially in ecological the possible exception of their capacity for facultative anoxygenic photosynthesis, cyanobacteria in nature are all oxygenic photoautotrophs. It can be logically argued that after the evolutionary advent of oxygenic photosynthesis, the evolutionary history of cyanobacteria has been one geared toward optimizing and extending this metabolic capacity to an increasingly large number of habitats. This article provides an overview of the characteristics of their central metabolism and a necessarily limited impression of their diversity. Generalizations might, in the face of such diversity, easily become simplifications. Whenever they are made, the reader is reminded to bear this in full chapterURL ToxinsK. Sivonen, in Encyclopedia of Microbiology Third Edition, 2009Cyanobacteria General DescriptionCyanobacteria are autotrophic microorganisms that have a long evolutionary history and many interesting metabolic features. Cyanobacteria carry out oxygen-evolving, plant-like photosynthesis. Earth’s oxygen-rich atmosphere and the cyanobacterial origin of plastids in plants are the two major evolutionary contributions made by cyanobacteria. Certain cyanobacteria are able to carry out nitrogen fixation. Cyanobacteria occur in various environments including water fresh and brackish water, oceans, and hot springs, terrestrial environments soil, deserts, and glaciers, and symbioses with plants, lichens, and primitive animals. In aquatic environments, cyanobacteria are important primary producers and form a part of the phytoplankton. They may also form biofilms and mats benthic cyanobacteria. In eutrophic water, cyanobacteria frequently form mass occurrences, so-called water blooms. Cyanobacteria were formerly called blue-green algae. Mass occurrences of cyanobacteria can be toxic. They have caused a number of animal poisonings and are also a threat to human full chapterURL Applications in BiotechnologyJay Kumar, ... Ashok Kumar, in Cyanobacteria, 2019AbstractCyanobacteria, the first oxygen-evolving group of photosynthetic Gram-negative prokaryotes, are unique among microbial world and grow in diverse habitats. Cyanobacteria synthesize a vast array of novel secondary metabolites including biologically active compounds with antibacterial, antiviral, antifungal, and anticancer activities. Certain other important metabolites reported from cyanobacteria, include enzymes, toxins, UV-absorbing pigments, and certain fluorescent dyes. Furthermore, biofuel production by cyanobacteria constitutes one of the most promising areas for biotechnological applications. In addition, production of alcohols and isoprenoids, biopolymers, recombinant proteins, and single-cell protein employing modern tools of genetic engineering seems attractive. In the field of agriculture, potent N2-fixing cyanobacteria could be exploited as bio-factory to produce biofertilizer for enriching the fertility of soil. There is a need to develop suitable genome engineering tools in cyanobacteria to produce fuels, value-added compounds, and feedstocks in a sustainable way. In this chapter, an overview of the potential applications of cyanobacteria in various sectors of biotechnology is full chapterURL Biology, Part AThorsten Heidorn, ... Peter Lindblad, in Methods in Enzymology, 2011AbstractCyanobacteria are the only prokaryotes capable of using sunlight as their energy, water as an electron donor, and air as a source of carbon and, for some nitrogen-fixing strains, nitrogen. Compared to algae and plants, cyanobacteria are much easier to genetically engineer, and many of the standard biological parts available for Synthetic Biology applications in Escherichia coli can also be used in cyanobacteria. However, characterization of such parts in cyanobacteria reveals differences in performance when compared to E. coli, emphasizing the importance of detailed characterization in the cellular context of a biological chassis. Furthermore, cyanobacteria possess special characteristics multiple copies of their chromosomes, high content of photosynthetically active proteins in the thylakoids, the presence of exopolysaccharides and extracellular glycolipids, and the existence of a circadian rhythm that have to be taken into account when genetically engineering this chapter, the synthetic biologist is given an overview of existing biological parts, tools and protocols for the genetic engineering, and molecular analysis of cyanobacteria for Synthetic Biology full chapterURL Homeostasis in CyanobacteriaManish Singh Kaushik, ... Arun Kumar Mishra, in Cyanobacteria, 2019AbstractCyanobacteria are a diverse group of Gram-negative oxygenic photoautotrophs and many of them have ability to perform nitrogen fixation in addition to carbon fixation. The demand of iron in cyanobacteria is exceptionally high due to its involvement in the function of a variety of crucial enzymes. Hence, iron acquisition process and its regulation is essential. The Fe2 +/Fe3 + imbalance in the cells causes severe abnormal changes and it needs to be regulated for proper growth and survival of cyanobacteria. Therefore, cyanobacteria have evolved complex metabolic pathways with different mechanisms to regulate intracellular levels of iron for their survival in a changing environment, by tightly regulating iron uptake. In cyanobacteria, iron uptake is regulated by TonB system which includes a barrel-shaped TonB-dependent transporter TBDT, integral membrane protein ExbB, and the membrane-anchored periplasmic protein ExbD. At the center to this regulatory network of iron homeostasis is the ferric uptake regulator Fur, which is a global iron regulator in prokaryotes including cyanobacteria. Considering the importance of availability of iron, understanding the complex iron homeostasis and associated regulatory mechanisms involving Fur is necessary and important. The complex regulatory mechanisms of iron homeostasis along with the basic understanding of the functioning of Fur protein and its interaction with other transcriptional regulator in cyanobacteria have been discussed in this full chapterURL in Nitrogen-Fixing SymbiosesEdder D. Bustos-DĂaz, ... AngĂ©lica Cibrián-Jaramillo, in Cyanobacteria, 20195 ConclusionsCyanobacteria can form different types of symbiosis with their phyla-rich hosts, making them a wellspring of information for the study of symbiotic nitrogen fixation evolution and origin, and in industrial and agricultural applications. Despite their importance, research of nitrogen fixing symbioses involving cyanobacteria is currently biased toward certain aspects of their biology, and although some species are well understood, others lack basic characterization. This is especially true at the genomic level, in which cyanobacteria remain an undersequenced phylum, and most of the sequenced cyanobacterial genomes to date belong to nonsymbiotic species. The examples provided in this chapter can be a guide to upcoming studies in cyanobacteria genome evolution. The postgenomic era provides tools to carry out such studies. In the framework of comparative evolution, we will be able gain a deeper understanding of cyanobacterial symbiotic diazotrophs from these cyanobacteria and their genomes and begin answering questions such as how these microorganisms evolve, and how they shaped—and still do—the Earth’s full chapterURL Growth-Promoting Abilities in Rai, ... Syiem, in Cyanobacteria, 2019AbstractCyanobacteria blue-green algae are photosynthetic prokaryotes having oxygenic photosynthesis. Several species of cyanobacteria also carry out N2 fixation. They produce a variety of compounds/products useful to mankind. The association of these microorganisms influences plant growth, development, and susceptibility to pathogens. This chapter focuses on their plant growth-promoting are of great use as biofertilizer particularly for the rice crop. Free-living N2-fixing cyanobacteria as well as Azolla a symbiotic association of water fern Azolla and Nostoc/Anabaena are commonly used as biofertilizer for the rice as well as several other crops. In addition, these organisms are also used to improve soil quality, particularly for the reclamation of Usar alkaline soils making them suitable for plant N2-fixing cyanobacteria occur in symbiosis and in associations with a wide spectrum of plants wherein they provide fixed nitrogen directly to the plant partner enabling them to grow in nitrogen-poor soils. In some symbioses, for example in bipartite lichens, cyanobacterial partner provides both fixed-N as well as fixed-C to the plant are also known to excrete a number of other substances that influence plant growth and development. They have been reported to produce growth-promoting regulators resembling gibberellin, cytokinin, abscisic acid, and auxin, vitamins particularly vitamin B, amino acids, polypeptides, and exopolysaccharides that act as antibacterial, antifungal, and toxin-like substances. Cyanobacteria also have the ability to mobilize insoluble organic phosphates for the benefit of the crop full chapterURL in Diverse HabitatsLira A. Gaysina, ... Prashant Singh, in Cyanobacteria, 2019AbstractCyanobacteria are an enormously diverse group of prokaryotes whose adaptive capacity along with the ability to tolerate extreme conditions makes them omnipresent. They are found in almost all the habitats of the Earth where life can be imagined to have flourished. Cyanobacteria are present in a wide range of habitats viz. marine, freshwater, soil, biological soil crusts, snow, cryoconites, etc. Further, they are found in symbiotic association with different hosts and also occur in extreme stressed conditions like volcanic ash, salted soils, and anthropogenically disturbed areas. This chapter explores the diversity of cyanobacteria from different habitats and enlists the dominant groups inhabiting these habitats. The diversity of cyanobacteria from different climatic zones; temperate, tropical as well as Polar Regions have been reviewed and documented in this chapter. The taxonomic complexity of cyanobacteria has hindered the capture of the actual biodiversity which is evident from the fact that the reported diversity encompasses only the traditional cyanobacterial genera. Morphological plasticity, ecological flexibility, and huge amount of heterogeneity are responsible for the confusions surfacing the cyanobacterial taxonomy. In this chapter, we also discuss the current trends in cyanobacterial taxonomy which would be essential in the studies conducted to capture the biodiversity of cyanobacteria from different full chapterURL Pathways and Environmental Responses in Plants Part AAnnesha Sengupta, ... Himadri B. Pakrasi, in Methods in Enzymology, 20224 SummaryCRISPR-Cas is a revolutionary technology that has been borrowed from the bacterial system to be modified and used for editing genome, modulating gene expression and containing genetically modified strains. The antibiotic markerless engineering and the ability to simultaneously target polyploid genome have made CRISPR-Cas technique attractive for multi-genome organisms, like cyanobacteria. Cas12a/Cas9-mediated genome engineering has become widely popular in cyanobacteria. However, these techniques in their current form are limited in cyanobacteria for deleting large genomic regions, genome engineering of novel cyanobacteria where the cellular machinery is not well exploited, gene activation, repression of genes part of the operon, and efficient point are a complex set of organisms that exhibit various fascinating features and therefore implementing these novel Cas proteins and technologies for genome engineering will truly help understand the complexity of these photoautotrophs and gear toward developing these strains as carbon negative cellular factories; however, there are still several challenges we are facing with this technology in a long DNA fragment > 110 kb deletion has been succeeded in Anabaena 7120 Niu et al., 2019, other cyanobacterial species need to be validated. And more importantly, insertion of a long DNA fragment > 50 kb into the chromosome has never been proved in cyanobacteria. Success to delete and insert long fragment efficiently and robustly will ease the synthetic biology and pathway engineering applications in realize that synthetic biology tools are still the key limiting factor for engineering work in cyanobacteria, such as promoters, ribosome binding sites, and terminators. For most of cyanobacteria, a tight, broad range, and robust inducible promoter is still not available. Establish a library containing various bio-bricks is very useful for further gene repression by CRISPRi, the gene located in the operon is always difficult to design the gRNA. Repressing on the first gene of an operon will generate the polar effect, while if the target gene is not the first gene, the repressing level sometimes is the Cas9 and Cas12a proteins and only CRISPR and CRISPRi technologies have been explored in cyanobacteria. So other Cas proteins with various functions are of great interest to test, which should facilitate the genetic work in cyanobacteria with specific purposeRead full chapterURL
bagaimana cara cyanobacteria memperoleh makanannya